http://www.4shared.com/document/9QHtlorz/header_blogku.html Zara Blog Spot: TANTANG DAN SOLUSI MANAGEMEN PENANGGULANGAN KEMISKINA DI KAB. BANTAENG

The content presented here requires JavaScript to be enabled and the latest version of the Macromedia Flash Player. If you are you using a browser with JavaScript disabled please enable it now. Otherwise, please update your version of the free Flash Player by downloading here.

Senin, 25 Juli 2011

TANTANG DAN SOLUSI MANAGEMEN PENANGGULANGAN KEMISKINA DI KAB. BANTAENG

Oleh: Ruslan Daud Mendogu
( Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan Kab. Bantaeng)


I.              PENDAHULUAN

Berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), kemiskinan merupakan sebuah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Oleh sebab itu kemiskinan bukan hanya berkaitan dengan pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka. Dengan demikian penanggulangan kemiskinan akan berkaitan erat dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik yang secara normative merupakan tanggung jawab negara kepada warga Negara agar masyarakat tidak jatuh miskin dan masyarakat miskin harus segera dipulihkan hak haknya agar dapat mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

Penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh berbagai pihak  pada saat ini bukan menghasilkan tahapan penyelesaian masalah tetapi justru melahirkan permasalahan baru. Strategi para pihak  dalam penanggulangan kemiskinan seringkali tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Problematika kemiskinan sangat kompleks. Faktanya penanganan kemiskinan selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya belum optimal. Kerelawanan social dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Oleh karena itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi besar yang bersifat holistik dengan program yang saling mendukung satu dengan lainnya sehingga upaya pemahaman terhadap penyebab kemiskinan perlu dilakukan dengan baik. Adapun yang menjadi elemen utama dalam strategi besar tersebut adalah pendekatan people driven dimana rakyat akan menjadi aktor penting dalam setiap formulasi kebijakan dan pengambilan keputusan politis. Untuk mensukseskan hal itu diperlukan pelaksanaan perubahan paradigma yang meredefinisi peran pemerintah yang akan lebih memberi otonomi pada rakyat, adanya transformasi kelembagaan dari yang bersifat represif menjadi representatif, dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan (Dillon, 2001).


Kasus Pengelolaan program penanggulangan kemiskinan di kabupaten Bantaeng selama ini yang telah dilaksanakan di hampir semua SKPD dengan berbagai bentuk proyek ataupun program tidak jauh beda dengan realita yang telah digambarkan diatas. Beberapa program penanggulangan kemiskinan yang ada di kabupaten Bantaeng saat ini antara lain: PNPM Mandiri Perdesaan dengan Leading sector BPM dan Pemdes Kabupaten Bantaeng, PNPM Mandiri Perkotaan dengan Leading sector BAPPEDA, PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis perdesaan) dibawah Badan Ketahanan Pangan dan masih banyak lagi program penanggulangan kemiskinan yang tersebar diberbagai SKPD yang sebagian besar kita tidak cukup familiar dengan nama – nama program tersebut, namun faktanya program – program tersebut ada dan berlangsung di komunitas.

Dengan banyaknya program yang berseliweran diberbagai SKPD ini terkesan jalan sendiri – sendiri, diimplemetasikan secara parsial dan kurang terkoordinir sehingga daya dorongnya dalam pengentasan kemiskinan juga kurang maksimal. Kondisi jalan dan sibuk sendiri ini sudah cukup merisaukan karena disatu sisi memunculkan suatu kondisi saling mengklaim tingkat keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan di kabupaten tercinta ini. Yang bingung adalah masyarakat miskin itu sendiri karena terlalu banyak disuguhi oleh berbagai penjelasan yang kadangkala satu dengan lainnya tidak memiliki persepsi yang sama mengenai philosofi pengentasan kemiskinan. Kondisi yang terjadi ini harus segera dicarikan solusi pemecahannya agar tercapai sebuah suasana sinergitas diantara semua program penanggulangan kemiskinan yang lebih memberdayakan masyarakat yang pada gilirannya mampu menurunkan angka kemiskinan di kabupaten Bantaeng dengan maksimal yang didukung oleh indicator – indicator yang disepakati bersama.

Di Kabupaten Bantaeng juga telah ada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang dikoordinir oleh Wakil Bupati Bantaeng. Salah satu tugas dari TKPKD adalah merumuskan strategi penanggulangan kemisikinan di kabupaten Bantaeng yang biasa dikenal dengan nama Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah ( SPKD) kabupaten Bantaeng yang akan menjadi tuntunan bagi semua pihak yang bergerak dibidang penanggulangan kemiskinan di kabupaten Bantaeng. Dengan demikian, apapun nama program dan proyeknya, SKPD apapun yang menjadi Leading Sektornya, dan siapapun yang menjalankannya di tingkat komunitas, maka aka tetap berada pada koridor yang telah digariskan dalam rumusan Strategi Penanggulanganh Kemiskinan Kabupaten Bantaeng.



II.            PEMBAHASAN
Pembangunan secara umum memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan warga, artinya strategi pembangunan bertujuan langsung dan tidak langsung untuk mengurangi kemiskinan. Demikian halnya visi dan misi presiden, termasuk kepala pemerintah daerah, akan selalu menekankan pada Penanggulangan Kemiskinan (PK), bahkan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan. Namun karena sifat kemiskinan yang multidimensi dan banyak kendala strukturalnya, maka melalui pembangunan semata tidak cukup memadai. Masih diperlukan intervensi yang lebih khusus lagi dan bersifat langsung agar hambatan dalam meningkatkan kesejahteraan si miskin dapat diatasi dan agar mereka bisa keluar dari kemiskinannya. Tindakan inilah yang disebut affirmative action.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Bantaeng  sebagai suatu dokumen strategis juga memiliki rencana aksi, oleh karena itu mempertegas komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. SPKD juga mengkoordinasi seluruh komponen masyarakat untuk memperteguh gerakan penanggulangan kemiskinan. Tindakan afirmatif ini penting mengingat posisi si miskin dalam ketidakberdayaan, tersisihkan dan rentan. Tanpa tindakan nyata yang demikian maka penanggulangan kemiskinan hanyalah sia-sia, tidak memungkinkan terjadinya transformasi sosial seperti selama ini.

SPKD menjadi acuan semua aktor pembangunan di daerah, baik pemerintah, swasta (asing) dan masyarakat, dalam aksi gerakan penanggulangan kemiskinan. Secara teknokratis, substansi SPKD mewarnai seluruh aspek perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Bila kebijakan dan program pembangunan diperkirakan berdampak buruk terhadap status si miskin, maka hal tersebut perlu dipertimbangkan kelanjutannya, sekalipun secara ekonomis mungkin mendorong pertumbuhan. Dalam proses mainstreaming ini diperlukan suatu kajian kebijakan dan program di daerah dan untuk itu memerlukan perangkat seperti data kemiskinan dengan perspektif lokal, pro-poor planning and budgeting (gender), targeting and delivery system, yang sangat memerlukan koordinasi dan kepemimpinan yang kuat dan demokratis.

SPKD adalah dokumen acuan bersama mengenai langkah-langkah strategis yang mampu dilaksanakan oleh pemerin-tah, swasta, dan masyarakat di daerah  untuk mengatasi persoalan kemiskinan sesuai dengan kewenangan, sum-berdaya, dan semangat kebersamaan yang diwujudkan melalui proses yang partisipatif, akuntabel, dan didasarkan pada informasi yang realistis.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) adalah dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah yang selanjutnya digunakan sebagai rancangan kebijakan pembangunan daerah di bidang penanggulangan kemiskinan dalam proses penyusunan RPJMD. Dalam perencanaan dan implementasinya, SPKD terintegrasi dalam RPJMD sehingga dalam mekanisme penentuan besaran target angka kemiskinan SPKD dan RPJMD memiliki besaran target yang sama.

Bila SPKD tidak menjadi mainstream, maka dikhawatirkan Penanggulangan Kemiskinan hanya akan merupakan agenda sektoral dan juga seringkali tidak menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang justru menurunkan status si dan kaum miskin atau makin memperluas kemiskinan. Misalnya kebijakan harga BBM yang kemudian meningkatkan jumlah kaum miskin, jelas ini kebijakan yang tidak pro-poor.

Dokumen SPKD yang baik minimal memenuhi Syarat dan Ketentuan Prinsip dan Nilai yang dianut. Prinsip dan nilai yang dianut ini harus tergambar dan Tujuan dan proses perumusan konsep SPKD.

1.    Prinsip – prinsip yang berkenaan dengan Tujuan
a.    Kesamaan hak dan tanpa pembedaan. Penanggulangan kemiskinan menjamin adanya kesamaan hak tanpa membedakan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, usia, bahasa, keyakinan politik dan kemampuan berbeda.

b.    Manfaat Bersama. Penanggulangan kemiskinan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat miskin laki-laki dan perempuan.
c.    Tepat sasaran dan adil. Penanggulangan kemiskinan harus menjamin ketepatan sasaran dan berkeadilan.

d.    Kemandirian. Penanggulangan kemiskinan harus menjamin peningkatan kemandirian masyarakat miskin, bukan justru meningkatkan ketergantungannya pada pihak lain, termasuk pemerintah.


2.    Prinsip – prinsip yang berkenaan dengan Proses.
a.    Kebersaamaan. Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, dilakukan dengan keterlibatan aktif semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, termasuk orang miskin baik laki-laki maupun perempuan.

b.    Transparansi. Penanggulangan kemiskinan menekankan asas keterbukaan bagi semua pihak melalui pelayanan dan penyediaan informasi bagi semua pihak termasuk masyarakat miskin.


c.    Akuntabilitas. Adanya proses dan mekanisme pertanggungjawaban atas kemajuan, hambatan, capaian, hasil dan manfaat baik dari sudut pandang pemerintah dan apa yang dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin, laki-laki dan perempuan, kepada parlemen dan rakyat.

d.    Keterwakilan. Adanya keterwakilan kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari penanggulangan kemiskinan dengan mempertimbangkan keterwakilan kelompok minoritas dan kelompok rentan.


e.    Keberlanjutan. Penanggulangan kemiskinan harus menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

f.     Kemitraan. Adanya kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antar pelaku dalam penanggulangan kemiskinan.
g.   Keterpaduan. Adanya sinergi dan keterkaitan yang terpadu antar pelaku dalam penanggulangan kemiskinan.
Efektifitas implementasi SPKD sangat ditentukan kualitas dan keseriusan pelaksananya, sebaik apapun dan selengkap apapun SPKD tidak akan berarti apa – apa jika pelaksananya tidak serius dan tidak memiliki waktu yang luang dalam mengawal pelaksanaan rumusan SPKD. Pelaksana SPKD adalah sebuah tim kyang dikoordinir langsung oleh wakil Bupati dengan anggota – anggota adalah para kepala SKPD. Tim ini bernama Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD).
TKPK merupakan penjelmaan dari lembaga yang sebelumnya bernama Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), yang sebelumnya juga bernama Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK). Dari sisi nama, implikasinya luas secara kelembagaan. Bila awalnya TKPK merupakan suatu badan yang setingkat menteri dan langsung di bawah presiden, kemudian ia menjadi komite dan dikoordinasi salah satu Menteri Koordinador dalam hal Kesejahteraan Rakyat, dengan sekretaris yang sekaligus menjadi ketua pelaksana harian. Perkembangannya kemudian menjadi Tim Koordinasi dengan ketua yang sama, namun sekretarisnya adalah deputi kementerian tersebut yang membidangi PK. Jadi statusnya ex-officio.

Kemajuan TKPK dibanding KPK adalah kesertaan organisasi pengusaha (KADIN) dan NGO menjadi anggota TKPK dan Pokja. Memang dalam kenyataannya, kedua lembaga tersebut tidak diundang dalam acara rapat koordinasi anggota. Sedangkan untuk rapat Pokja kedua lembaga itu berpartisipasi aktif.

Selama KPK, kedua organisasi hanya menjadi anggota Pokja. Sedangkan TKPKD yang diatur melalui SE Mendagri, yang mengkoordinasi pokja kelembagaan, juga menyerukan agar TKPK Daerah seirama dengan TKPK tingkat nasional yakni forum multistakeholder. Tugas dan fungsinya yang utama adalah membuat strategi, mengkoordinasi dan memonitor pelaksanaannya

TKPK merupakan forum multistakeholder yang melibatkan berbagai unsur pelaku pembangunan, baik dari pemerintah maupun swasta dan organ kemasyarakatan lainnya serta organisasi perempuan. Keanggotaannya bukan berdasarkan suka atau tidak suka, melainkan pada kiprah dan kapasitasnya dalam upaya PK. Bahkan jika mungkin ada representasi dari si miskin dalam TKPK sehingga kepentingannya dapat terwakili langsung, tidak seperti selama ini diwakili oleh ornop, ormas atau organisasi profesi seperti buruh dan tani.

Kebanyakan pemerintah daerah masih enggan melibatkan elemen kritis masyarakat, bahkan hanya mengakomodasi organ pemerintahan saja. Kondisi ini sangat merugikan gerakan yang dibangun terutama oleh ornop, padahal kalangan ornop ini bisa mengurangi beban dan membantu kinerja pemerintah daerah. Karena itu mereka hanya bisa melakukan advokasi pada tingkat pinggiran saja, di mana efeknya kurang kuat bagi perbaikan kondisi kaum miskin.

. Kemudian secara garis besar penulis melihat permasalahan-permasalahan managemen penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bantaeng dibawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bantaeng  adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya koordinasi, yang meliputi koordinasi kebijakan dan program, perumusan standar (indikator kemiskinan, kriteria sukses, model-model penanggulangan kemiskinan), serta koordinasi dalam proses sosialisasi dan advokasi. Peran pemerintah haruslah difungsikan sebagai pihak yang mengkoordinasi dan mengkatalisasi serta memberikan dukungan terhadap fasilitator utama yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengatasi masalah-masalah dalam penanggulangan kemiskinan.
2. Upaya mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bantaeng belum concern dan melibatkan semua stakeholder, yaitu dari kekuatan masyarakat, pemerintah dan kekuatan pasar dengan masyarakat lokal sebagai stakeholder utama dan secondary stakeholder adalah diluar masyarakat lokal tersebut bertugas untuk memfalisitasi agar masyarakat lokal dapat mampu keluar dari masalah kemiskinan. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Bantaeng (baca: TKPKD) harus memfalisitasi hubungan dengan para donor dalam program anti kemiskinan, membangun partnership dan trust antara pelaku-pelaku utama penanggulangan kemiskinan, memfalisitasi partisipasi dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan, memfasilitasi proses alokasi anggaran, dan memfalisitasi proses penyusunan kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan di setiap kabupaten/kota.
3. Lemahnya sosialisasi program, sehingga penanggulangan kemiskinan belum dipahami secara seksama oleh masyarakat. Karena itu pendekatan baru dalam penanggulangan kemiskinan haruslah dilandasi oleh suatu premis bahwa kaum miskin merupakan aktor utama dalam perang melawan kemiskinan, karenanya upaya penanggulangan kemiskinan harus dimulai dari mendorong kesadaran kaum miskin untuk memperbaiki nasibnya (self-help) sehingga berbagai upaya dalam penanggulangan kemiskinan bersifat suplementer dan komplementer.
4. Masih lemahnya kontrol dan monitoring program. Untuk itu agar program penanggulangan kemiskinan dapat mencapai sasaran diperlukan partisipasi masyarakat, melalui lembaga-lembaga pendamping yang bisa mengawasi program tersebut.
Permasalahan diatas lebih banyak disebabkan oleh kesibukan para pelaku yang ada pada struktur dalam menjalankan tugas dan fungsi pokok mereka sebagai aparat pemerintah. Kesibukan para pejabat ini pada gilirannya menjadikan institusi TKPKD menjadi kurang terurus. Disatu sisi secretariat TKPKD hanya diketahui oleh beberapa gelintir orang dan tidak banyak yang mengetahui program apa saja yang sudah dijalankan.
Jika mengacu pada Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional (SPKN). Maka Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah, perlu disosialisasikan pada public untuk mendapat dukungan masyarakat dan publik.

III.           KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) kabupaten Bantaeng dalam menjalankan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) kabupaten Bantaeng harus melibatkan berbagai unsur stakeholder, baik dari kalangan dunia usaha, NGO dan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, maka Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten ini menjadi tanggungjawab bersama semua unsur masyarakat di kabupaten ini. Dalam rangka mengefektifkan kerja dan kinerja TKPKD Kabupaten Bantaeng, maka beberapa rekomendasi berikut ini dapat menjadi solusi alternative:

1.    TKPKD Kabupaten Bantaeng harus menjadi core (inti) dalam mengkoordinasikan sinergitas semua program penanggulangan kemiskinan di kabupaten Bantaeng sehingga dapat menjadi kekuatan maksimal dalam pengentasan kemiskinan di kabupaten tercinta ini.

2.    Dokumen SPKD Kabupaten Bantaeng harus disosialisasikan secara menyeluruh dan terus menerus agar masyarakat dapat memahami dan mengambil peran strategis dalam uapaya – upaya penanggulangan kemiskinan di kabupaten ini.

3.    Dokumen SPKD harus menjadi dokumen public yang dapat diakses oleh siapapun dan jangan menjadi exclusive yang hanya di ketahui oleh kalangan pemerintah.

4.    Melakukan kaji evaluasi terhadap pencapaian rumusan strategis yang termuat dalam SPKD Kabupaten Bantaeng secara periodic yang melibatkan semua unsur  stakeholder untuk mengetahui sejauhmana pencapaian dapat direalisasikan. Dengan demikian dapat didiskusikan bersama jika ada kendala dalam pencapaian target.

5.    Perlu melibatkan unsur  dunia usaha (pelaku ekonomi), aktivis NGO dan masyarakat miskin dalam struktur kelembagaan TKPKD.

6.    Perlu membentuk secretariat pelaksana harian TKPKD yang pelaku – pelakunya diambil dari unsur non pejabat structural sehingga kegiatan – kegiatan dapat dijalankan secara maksimal.




IV.          PENUTUP
Buah pikiran saya mengenai Tantangan dan solusi Managemen Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bantaeng dengan harapan tulisan yang sangat sederhana ini dapat berkontribusi dalam upaya penanggulangan kemiskina di kabupaten ini. Tulisan ini sangat terbuka untuk didiskusikan lebih mendalam lagi agar dapat disempurnakan dimasa – masa mendatang sehingga dapat bermanfaat bagi kabupaten Bantaeng yang tercinta ini.


Bahan Rujukan
Kepmen Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Tim SE Mendagri No.  Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan No: 052/KEP/MENKO/KESRA/II/2006 tentang Pedoman Umum dan Kelompok Kerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

PP No. 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

Rahayu, Sri Kusumastuti. Memahami Kemiskinan, Materi Analisis dan
               Diagnosis Kemiskinan di Indonesia. SMERU. Jakarta 9-13 Mei 2005

Irawan, B Puguh. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan. Materi
                  Analisis dan Diagnosis Kemiskinan di Indonesia. SMERU. Jakarta
                  9-13 Mei 2005

Suryadarma, Daniel. Pengukuran Kemiskinan Secara Kuantitatif. Materi
                     Analisis dan Diagnosis Kemiskinan di Indonesia. SMERU.
                    Jakarta 9-13 Mei. 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar